Nissin Gekikara Ramen (kali ini tanpa kuah)

A bit lame? It's low cost food at low cost room brother!

Yo gaes, jadi ada kisah unik saat penulisan artikel ini. Karena tim reporter Mangkuk Ayam nggak cuma satu orang, maka terjadilah hal absurd ini: DUA ORANG BALAPAN POST untuk memenangkan gelar posting pertama disini.

Ya, gua sedang balapan sama satu lagi kawan Mangkuk Ayam yang sedang bikin review Nissin Gekikara Ramen juga, tapi yang rebus. Sampai titik ini gua ketik, gua nggak tau dia udah kelar duluan atau malah ngaso sambil nonton drama Korea main-main sama kucingnya dan malah lupa nulis, atau malah tidur kekenyangan.

Jadi review kali ini tentang mi instan, bisa dibilang agak mahal ya karena model-model ramen begini biasanya lebih mahal dari mie instan kebanyakan. Tapi ternyata Nissin Gekikara ini cukup terjangkau, rata-rata minimarket pasang banderol sekitar Rp 5,500-5,700 untuk sebungkus Nissin Gekikara ini. Lebih murah dibanding merek lain semacam Nongshim yang diatas Rp 10,000 apalagi Samyang yang di minimarket dekat lokasi penulis dibanderol Rp 14,000 (dan beli online bisa tembus Rp 20,000 - sellernya mau naik haji kali ya), bahkan lebih murah daripada SAUDARANYA yang juga berasal dari Nissin yaitu Mikuya Ramen (review Mikuya Ramen akan menyusul nanti).

Okay let's start, namun gua akan pasang break disini karena i don't want to spoil the fun. Untuk yang belum pernah baca review versi rebusnya, gua sarankan kalian baca dulu yang rebus (kecuali kalau ternyata belum muncul postnya, silakan langsung kesini aja). Lanjut?


Nah, sebelum bahas rasanya, mari kita unboxing dulu. Mungkin kalo gua kurang kerjaan akan gua buat video unboxingnya


Oke, ini bungkusnya. Tertera netto 120g, lumayan lah (walau nggak sebanyak Indomie Jumbo yang 127g atau Sarimi Isi 2 yang berkisar 130-an gram.


Isinya: mienya (yaiyalah tong), dengan beberapa bungkus bumbu - bumbu bubuk, cabe bubuk, minyak + kecap yang disatukan, dan sayuran kering. Nilai plus dari versi goreng ini adalah bonus bubuk cabe. Secara ilmiah (yaelah) wajar karena bumbu untuk varian mie tanpa kuah pastinya lebih sedikit daripada mie kuah karena nggak ada kuahnya, jadi bagian porsi bumbu yang harusnya buat bumbuin kuahnya dihilangkan, kalo nggak ya nanti keasinan dong. Nah karena pengurangan bumbu ini juga efektif mengurangi pedasnya, maka dikasih bonus lah berupa bubuk cabe ini. Next, adanya minyak + kecap. Varian rebus dikeluhkan karena nggak ada minyaknya (untungnya nggak ada kecapnya), dan memang minyaknya ini bisa sedikit nambah gurih. +1 untuk yang goreng.

tampak lebih dekat untuk bungkus bumbunya

Bisa dihitung sendiri dimensi mienya

Mangkok boleh ayam doang, tapi sorry, garpu gua Garuda bro...

Penampilan bumbu ketika ditaruh di piring
Untuk cara masaknya, di belakang kemasan dikasih dua petunjuk memasak, yaitu cara "wajar" (mie dan sayuran kering direbus di panci, lalu ditiriskan, lalu dicampur bumbu di piring) dan cara yang katanya ala Jepang, yaitu mie direbus di wajan dengan sayuran kering dengan air pas-pasan, rebus sampai airnya habis sendiri, lalu campur mie dan bumbu di wajan. Dan dimakan di atas wajan juga.


Setelah selesai memasak (gua pake cara normal, sampai saat ini gua belom coba cara ala-ala jepun itu, jadi gua nggak tau apakah ada pengaruhnya ke rasa) begini penampilannya.

Sekarang gua mulai bahas rasanya:

Tekstur
Masalah tekstur ini tergantung berapa lama kita rebus. Tadi gua agak kelepasan rebus 4,5 menit, namun teksturnya masih bisa dibilang nggak melenceng (catatan: gua udah beberapa kali makan ini sebelum akhirnya nulis review). Mienya kenyal, ya, lumayan kenyal dan enak menurut gua. Lebih bagus teksturnya daripada mie instan biasa. Walau mienya nggak segemuk Neoguri Udon.

Rasa
Kenapa di atas gua sarankan baca review yang rebus dulu? Karena rasanya mirip. Ya, mirip. Cuma karena ini mie goreng, maka ada sensasi rasa kecap yang bikin beda. Tenang aja, rasanya nggak terlalu manis karena kecapnya sedikit. Menurut lidah gua, ini asinnya pas, nggak berlebih, mungkin karena balanced sama kecap. Dan ada sedikit rasa gurih dan greasy tambahan dari minyaknya.

Yang agak mengecewakan buat gua yaitu pedasnya. Cukup berasa pedas, tapi nggak sepedas yang rebus. Dan ini belom bisa memuaskan hasrat gw soal pedas, makanya gua tabur boncabe lagi, baru deh makin zeeeebbbbb.

Satu kejutan yang gua rasakan hari ini, mungkin ini baru ada di Gekikara Ramen produksi  baru, yaitu ada jamurnya. Dan gua dapet cukup gede kali ini. Jamurnya jamur beneran, bukan jamur palsu (yang mirip daging palsu itu). Tekstur jamurnya itu kayak antara jamur hioko atau shiitake, tapi nggak ada "aroma nyebelin" yang biasa gua temui kalo makan jamur hioko di rumah. Entah memang bukan hioko atau aroma hiokonya hilang karena proses pengeringan, gua juga nggak tau.

Kesimpulan
Menurut gua ini cukup worth di harga 5,000an rupiah, cocok buat iseng-iseng kalo belom akhir bulan tapi males makan nasi dan males jajan keluar (kalo awal bulan mah beli Mikuya aja). Lumayan enak tapi sayang pedesnya nggak terlalu (subjektif lho, karena gua termasuk kuat pedas, Samyang aja menurut gua nggak sepedas hypenya). Kalo disuruh kasih angka mungkin gua kasih 7.5 - 8 dari 10.

Sekian dulu review kali ini, stay tune sambil nyeruput kuah apapun di Mangkok Ayam kalian.

Unknown

Tidak ada komentar:

Posting Komentar